Keistimewaan Mengenakan Songkok Bugis Recca' Dari Dulu Dan Sekarang

Songkok recca dibentuk dari serat-serat pelepah daun lontar, dibentuk dengan cara dipukul sampai spesialuntuklah seratnya saja yang tersisa. Serat pelepah daun lontar ini biasanya berwarna putih, namun sehabis 2-3 jam silam warna akan bermetamorfosis kecoklatan dan untuk mengubah warnanya menjadi hitam pekat serat harus direndam dengan lumpur lebih dari satu hari. melaluiataubersamaini kata lain, serat berwarna hitam tersebut bukan berasal dari pewarna, serat yang dipilih ialah serat terbaik yang halus. Masyarakat Sulawesi tentu sudah mengenal songkok Bugis dengan sangat baik bahkan hapal betul dengan aturan-aturannya, alasannya yakni sebagaimana hukum kasta yang didiberikan di beberapa negara, pemakaian songkok pun diatur sedemikian ketatnya.


Sejarah Songkok Recca’
Songkok Recca atau juga dikenal sebagai Songkok Pamiring atau Songko’ To Bone dan Songkok Bugis. Pada mulanya dinamakan sebagai Songkok Recca disaat Raja Bone yang ke-15 yakni Arung Palakka menyerbu Tanah Toraja pada tahun 1683 dengan berhasil menduduki beberapa desa yang terdapat di tempat Makale-Ratepoa. Para tentara Tanah Torajat melaksanakan perjalawan terhadap pasukan dari Arung Palakka. Dan yang menjadi salah satu ciri khas dari tentara kerajaan Bone ketika itu yakni mengenakan sarung yang diikatkan di bab pinggang atau kebiasaan lainnya dari Prajurit Tanah Toraja yang mengenakan sarung yang sengaja diselempangkan sehingga ketika terjadi pertempuran di dini hari kedua pasukan akan susah untuk dibedakan mana yang musuh dan kawan. Untuk mengatasi keadaan ini, Arung Palakka mencari taktik terbaru dengan memerintahkan prajurit-prajuritnya untuk memasang tanda di bab kepala sebagai pembeda dengan cara mengenakan songkok bugis atau songkok recca’. Dan pada masa pemerintahan dari Raja Bone ke-32, yakni Lamappanyukki, songko recca menjadi kopiah resmi maupun songkok kebemasukan bagi raja, ponggawa kerajaan dan para aristokrat yang akan membedakan tingkat derajat mereka. 

Aturan Mengenakan Songkok
Di masa itu terdapat aturan-aturan yang mengikat dan berlaku bagi siapa saja yang mengenakan songkok Bugis atau songkok pamiring.
1.    Yang mana para aristokrat yang mempunyai kedudukan tinggi atau berkedudukan sebagai raja serta anak raja dinilai berdarah biru atau Maddara Takku, anak Mattola, dan Anak Matase sanggup mengenakan songkok Bugis atau songkok pamiring yang dibentuk dari emas murni.
2.    Adapun bagi Arung Mattola Menre dan Anak Arung Manrapi serta Anak Arung Sipuwe dan Anakarung sanggup mengenakan songkok Bugis atau songkok pamiring dengan hukum lebar emasnya spesialuntuk 3/5 dari tinggi songkok tersebut.
3.    Sedangkan bagi golongan Rajeng Malebbi, dan Rajeng Matase sanggup menggunakan songkok recca dengan lebar emas tidak lebih dari ½ tinggi songkoknya
4.    Golongan Tau Maradeka, Tau Deceng, Tau Sama diizinkan untuk menggunakan songkok Bugis dengan pinggiran emas
5.    Dan terakhir golongan Ata yang sama sekali tidak didizinkan untuk mengenakan songkok

Namun seiring berkembangnya waktu, hukum yang sudah dijelaskan di atas sudah tidak diberlakukan kembali dan seluruh lapisan masyarakat di tanah Toraja sanggup mengenakannya. 

Songkok Bugis atau Songkok to Bone sudah dijual di banyak sekali toko pakaian sopan santun di tempat Bone, Wajo, Makassar, Soppeng dan juga daerah lainnya yang terletak di Provinsi Sulawesi Selatan. Songkok ini sanggup Anda dapatkan dengan harga mulai dari Rp. 50 ribu, tergantung dari model emas dan tergantung dari budget yang Anda miliki. Untuk mengenakan songkok ini, kita tidak perlu memadupadankannya dengan jas, dengan kemeja saja sudah cukup.

0 Komentar untuk "Keistimewaan Mengenakan Songkok Bugis Recca' Dari Dulu Dan Sekarang"

Back To Top